Archive for Maret 2011

Pendangkalan Sungai Musi


.

PEMBAHASAN


Sungai merupakan jalan air alami mengalir menuju samudera, danau atau laut, atau ke sungai yang lain. Pada beberapa kasus, sebuah sungai secara sederhana mengalir meresap ke dalam tanah sebelum menemukan badan air lainnya. Dengan melalui sungai merupakan cara yang biasa bagi air hujan yang turun di daratan untuk mengalir ke laut atau tampungan air yang besar seperti danau. Sungai terdiri dari beberapa bagian, bermula dari mata air yang mengalir ke anak sungai. Beberapa anak sungai akan bergabung untuk membentuk sungai utama. Aliran air biasanya berbatasan dengan kepada saluran dengan dasar dan tebing di sebelah kiri dan kanan. Penghujung sungai dimana sungai bertemu laut dikenali sebagai muara sungai.

Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan,embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan di beberapa negara tertentu air sungai juga berasal dari lelehan es/salju. Selain air, sungai juga mengalirkan sedimen dan polutan.

Di Sumatera Selatan, khususnya di Palembang, Sungai Musi sangat berperan penting dalam kehidupan perekonomian masyarakat Palembang. Tidak hanya dijadikan sebagai sarana jalur transportasi, tapi juga banyak yang menggunakan airnya sebagai bahan baku industri. Sebagai contoh, PT Pusri, perusahaan pembuat pupuk berskala nasional, menggunakan air Sungai Musi sebagai bahan baku pembuatan pupuk urea.

Peranan Sungai Musi yang sangat vital dalam kehidupan hingga disebut sebagai urat nadi Palembang saat ini mulai dihantui berbagai masalah. Salah satu permasalahannya, yaitu terjadinya pendangkalan sungai yang terus meningkat setiap tahunnya. Tentunya hal ini bisa sangat merugikan bagi Pemprov Sumatera Selatan. Apalagi saat ini Provinsi Sumatera Selatan sedang gencar-gencarnya menarik minat para investor untuk menanamkan modal dalam berbagai sektor bisnis di Sumatera Selatan. Jika pendangkalan ini terus berlanjut tanpa adanya perhatian serius dari Pemprov Sumatera Selatan ataupun Pemkot Palembang, maka bisa jadi dapat menghambat laju investasi di daerah ini. Alasannya tentu saja, pendangkalan sungai tersebut menyebabkan kapal-kapal pengangkut muatan besar tidak dapat menyeberangi Sungai Musi lagi.

Pendangkalan yang terjadi di Sungai Musi telah menyebabkan kedalaman sungai menjadi hanya berkisar sekitar 14-20 meter. Hal ini tentu saja mengakibatkan kapal-kapal pengangkut barang berkapasitas besar tidak dapat lagi melewati Sungai Musi. Padahal para investor yang hendak masuk ke Palembang justru menjadikan angkutan sungai sebagai pertimbangan yang penting. Itu disebabkan oleh angkutan barang melalui sungai merupakan yang paling murah jika dibandingkan dengan melalui jalur udara ataupun jalur darat yang tentunya akan mengefesiensikan pengeluaran.

Secara umum, pendangkalan sungai dapat terjadi karena adanya pengendapan partikel padatan yang terbawa oleh arus sungai, seperti di kelokan sungai (meander), waduk atau dam, ataupun muara sungai. Partikel ini bisa berupa padatan besar, seperti sampah, ranting, dan lainnya. Namun, sumber utama partikel ini biasanya berupa partikel tanah sebagai akibat dari erosi yang berlebihan di daerah hulu sungai. Air hujan akan membawa dan menggerus tanah subur di permukaan dan melarutkannya yang kemudian akan terbawa ke sungai. Proses transportasi partikel semacam ini disebut sebagai suspensi. Hasil partikel yang terbawa ini biasanya akan berupa lumpur tanah dan kemudian tersedimentasi di dasar sungai.

Ada beberapa penyebab terjadinya pendangkalan Sungai Musi. Salah satunya, yaitu akibat adanya aktivitas pengambilan air sungai oleh Pembangkit Listrik Tenaga Air Musi yang berlokasi di Desa Ujanmas Atas, Kabupaten Kepahiang, Provinsi Bengkulu. Air sungai yang diambil oleh PLTA tersebut, yaitu sebesar 62 m3/detik. Adapun air dari sisa aktivitas itu dibuang ke laut daerah Bengkulu. Hanya sebanyak 1,1 m3/ detik yang dikembalikan ke Sungai Musi.

Selain itu, adanya aktivitas penggundulan hutan di daerah Sumatera Selatan juga turut menambah persoalan di daerah aliran sungai. Akibatnya, daerah tangkapan air jadi rusak sehingga menyebabkan longsor, degradasi, dan agradasi dasar sungai. Belum lagi adanya pencemaran air di Sungai Musi yang disebabkan oleh operasional pabrik-pabrik.

Pada dasarnya, sedimentasi yang terjadi di Sungai Musi memang termasuk sedimentasi tingkat tinggi disebabkan adanya pertemuan arus antara Sungai Musi dan arus laut di Selat Bangka. Kondisi pendangkalan Sungai Musi kian parah karena endapan lumpur mencapai sekitar 40 cm per bulan. Bahkan, volume endapan bisa mencapai 2,5 juta meter3. Sepanjang alur pelayaran Sungai Musi dari Pelabuhan Boom Baru hingga Selat Bangka, terdapat 13 titik pendangkalan. Empat titik sudah sangat rawan, karena pendangkalannya mencapai 4 meter. Lokasi yang cukup rawan itu, yakni di C2 dan C3, Pulau Payung bagian utara dan Muara Jaram, sedangkan lokasi yang mengalami pendangkalan paling parah, antara lain di ambang luar, Muara Selat Jaran, dan perairan bagian Selatan Pulau Payung serta panjang sedimentasi itu bisa mencapai 7 km.

SOLUSI

Guna mengatasi pendangkalan di Sungai Musi, Pemprov Sumatera Selatan dan Pemkot Palembang telah melakukan upaya pengerukan dasar sungai (dredging) yang bertujuan untuk mengangkat partikel-partikel lumpur yang telah tersedimentasi di dasar sungai ke daerah lain. Pengerukan Sungai Musi ini sendiri berkaitan erat dengan aspek ekonomi bagi aktivitas masyarakatnya. Bila tidak dilakukan, tentunya kapal-kapal besar dari luar Sumsel bahkan luar negeri tidak dapat masuk ke ilir lebih jauh. Imbasnya, kegiatan perekonomian dipastikan terganggu. Secara finansial, upaya pengerukan Sungai Musi tiap tahunnya memang memerlukan anggaran dana yang besar. Namun, hal itu harus terus dilakukan mengingat dampak pendangkalan sungai ini juga tidak sedikit. Soal teknis pengerukan, nantinya lumpur yang berada di sepanjang alur Sungai Musi akan dikeruk dan dipindahkan menggunakan sistem dumping area.

Pendek kata, lumpur yang diangkat dari alur sungai akan dibuang ke daerah lain di Sungai Musi yang masih memungkinkan. Hal itu disebabkan oleh sulitnya membuang lumpur tersebut langsung ke laut karena biaya untuk itu juga jauh lebih besar dari biaya pengerukannya sendiri.

Namun jauh lebih penting dari itu, setiap komponen masyarakat harus saling bekerja sama untuk menjaga kebersihan sungai, utamanya bagi masyarakat yang hidup di daerah hutan dekat Sungai Musi. Jika penebangan hutan secara liar masih terus berlanjut, bukan tidak mungkin Sungai Musi tidak akan bisa digunakan lagi sebagai sarana angkutan sungai bagi kapal muatan besar. Karena data telah menunjukkan bahwa tingkat sedimentasi di dasar Sungai Musi lebih tinggi dibandingkan dengan persentase upaya pengerukan dasar Sungai Musi. Oleh karena itu, cara yang paling efektif, yaitu dengan berkoordinasi dengan seluruh komponen masyarakat Sumatera Selatan sambil terus melakukan upaya pengerukan dasar Sungai Musi.

KESIMPULAN

· Pendangkalan sungai terjadi karena adanya pengendapan partikel padatan yang terbawa oleh arus sungai, seperti di kelokan sungai (meander), waduk atau dam, ataupun muara sungai.

· Partikel ini bisa berupa padatan besar, seperti sampah, ranting, dan lainnya. Namun, sumber utama partikel ini biasanya berupa partikel tanah sebagai akibat dari erosi yang berlebihan di daerah hulu sungai.

· Beberapa penyebab pendangkalan di Sungai Musi, antara lain:

Ø Penebangan hutan secara liar di daerah hutan dekat sungai.

Ø Sedimentasi tinggi akibat adanya pertemuan arus Sungai Musi dengan arus laut di Selat Bangka.

Ø Pengambilan air oleh PLTA di daerah Bengukulu dalam jumlah besar tanpa pengembalian debit air yang seimbang.

· Upaya untuk mengatasi pendangkalan sungai telah dilakukan, yaitu dengan cara pengerukan dasar sungai (dredging). Namun, cara ini sering terkendala oleh masalah dana yang sangat tinggi dan perebutan pemimpin proyek oleh Pemda Sumsel dan Pemerintah Pusat.

· Pendangkalan sungai bisa diatasi jika seluruh kompenen masyarakat bisa saling bekerja sama sambil terus melakukan upaya pengerukan dasar sungai.

Kaldera pada Gunung Bromo


.


Gunung Bromo (2.329 m dpl), adalah salah satu gunung dari beberapa gunung lainnya yang terhampar di kawasan Komplek Pegunungan Tengger, berdiri di areal Kaldera berdiameter 8-10 km yang dinding kalderanya mengelilingi laut pasir sangat terjal dengan kemiringan ± 60-80 derajat dan tinggi berkisar antara 200-600 meter.

Pada hamparan pasir yang sangat luas (Laut Pasir), terdapat gunung-gunung yang berada di tengahnya, yaitu Gunung Bromo (2.392 m dpl), Gunung Batok ( 2.440 m dpl), Gunung Widodaren (2.614 m dpl), Gunung Watangan (2.601 m dpl) dan Gunung Kursi (2.581 m dpl). Dinding kaldera yang mengelilingi laut pasir sangat terjal dengan kemiringan ±60-80 derajat dan tinggi berkisar antara 200-600 meter. Daya tarik Gunung Bromo yang istimewa adalah kawah di tengah kawah dengan lautan pasirnya yang membentang luas di sekeliling kawah Bromo yang sampai saat ini masih terlihat mengepulkan asap putih setiap saat, manandakan Gunung ini masih aktif.

Awalnya Gunung Bromo dan lautan pasir berasal dari dua gunung yang saling berimpitan satu sama lain. Gunung Tengger (4.000 m dpl) yang merupakan gunung terbesar dan tertinggi pada waktu itu. Kemudian terjadi letusan kecil, materi vulkanik terlempar ke tenggara sehingga membentuk lembah besar dan dalam sampai ke desa Sapi Kerep. Letusan dahsyat kemudian menciptakan kaldera dengan diameter lebih dari delapan kilometer. Karena dalamnya kaldera, materi vulkanik letusan lanjutan tertumpuk di dalam dan sekarang menjadi lautan pasir.

Dahulu, kaldera tersebut diduga pernah terisi oleh air dan kemudian aktivitas lanjutan adalah munculnya lorong magma di tengah kaldera sehingga muncul gunung-gunung baru, antara lain Lautan Pasir, Gunung Widodaren, Gunung Watangan, Gunung Kursi, Gunung Batok dan Gunung Bromo.

Gunung Bromo memiliki karakteristik letusan yang berbeda jika dibandingkan dengan gunung api lainnya. Jika kita bandingkan dengan Gunung Merapi yang tergolong sebagai high volcanic, Gunung Bromo memiliki karakteristik erupsi kecil. Material yang dikeluarkan saat letusan Gunung Bromo dapat berupa pasir dan abu dengan radius 6 – 10 km. Hal itu berbeda dengan material yang dimuntahkan oleh Gunung Merapi yang dapat berupa lava yang sangat kental yang bisa menyumbat mulut kawah sehingga tekanan gas didalamnya semakin bertambah yang pada akhirnya membuat awan panas “wedhus gembel” keluar.Jika kita membahas Gunung Bromo, tentunya juga akan membahas mengenai kaldera di Pegunungan Tengger itu sendiri, sebab Gunung Bromo sendiri merupakan gunung api yang berada di kawasan kaldera Pegunungan Tengger.

Berdasarkan bentuknya, Gunung Bromo termasuk ke dalam jenis kaldera, yaitu gunung api yang terbentuk dari ledakan yang sangat kuat yang kemudian melempar ujung atas gunung itu sendiri. Adapun pengertian kaldera adalah fitur vulkanik yang terbentuk dari jatuhnya tanah setelah letusan vulkanik. Istilah kaldera sering tertukar dengan kawah vulkanik. Kata "kaldera" sendiri berasal dari bahasa Spanyol, yang artinya wajan. Terdapat dua teori mengenai pembentukan kaldera, yaitu kaldera terbentuk melalui erupsi besar dan kaldera yang terbentuk melalui erupsi kecil.Untuk teori pertama, kaldera suatu gunung api terbentuk akibat aktivitas erupsi yang sangat besar yang mengakibatkan magma di dalam dapur magma (magma chamber) habis. Saat erupsi berlangsung, gas-gas yang berada di dalam magma cair terus menekan hingga akhirnya dapat menjadi sumber energi keluarnya magma. Ketika semua material beserta gas ini keluar, hal ini membuat magma chamber menjadi kosong dan akhirnya bagian atas gunung api menjadi ambles ke bawah dan diisi dengan material lain. Ada juga yang kemudian membentuk gunung api baru didalamnya.

Lalu, untuk teori yang kedua, pembentukan kaldera dapat disebabkan oleh erupsi yang kecil. Ketika erupsi berlangsung, lelehan lava pijar menerobos keluar melalui celah disamping gunung. Akhirnya celah itulah yang menjadi jalan keluar magma yang berasal dari magma chamber. Lalu sama seperti teori pertama, bagian atas gunung api tersebut kemudian ambles ke bawah dan membentuk kaldera. Kedua teori tersebut pada dasarnya bekerja sesuai dengan hukum gravitasi. Ketika ruang dapur magma (magma chamber) menjadi kosong, maka gaya gravitasi menarik dinding atas gunung ke bawah dan akhirnya terjadilah amblesan yang membentuk kaldera.


Berdasarkan teori pembentukan kaldera diatas, maka pembentukan kaldera pada Gunung Bromo termasuk ke dalam teori pertama, yaitu pembentukan yang melalui erupsi kecil. Hal itu disebabkan aktivitas vulkaniknya yang tidak terlalu besar seperti Gunung Merapi dan juga erupsinya tergolong erupsi kecil. Selain itu, Gunung Bromo juga berada di dalam kawasan kaldera Pegunungan Tengger sehingga menyebabkan aktivitas vulkanik pada magma chamber menjadi terbagi dengan gunung api lainnya.