Archive for April 2011

TEKNIK JAYA! Whoohoo!!


.

Hufft..setelah beberapa waktu kemaren gue posting tentang geologi mulu (biar dikata keren), akhirnya sekarang gue posting-postingan yang gak jelas (lagi).

Yup, kemaren-kemaren gue emang lagi agak sibuuuuk beut (baca: sibuk TA sama orang). Sampe-sampe gue kadang lupa, udah berapa hari gak ganti kolor. Ya maklumlah, secara anak teknik gitu lhoo, ngakunya punya tugas yang segudang dan sekandang. Ada yang bilang sibuk laporanlah, praktikumlah, tugas dosenlah, organisasilah, himpunanlah, bokerlah (kalo yang ini sifatnya privasi). Jadi wajar dong kalo dandanan anak teknik persis kayak anak ABG yang lagi kehilangan jati diri (lho).

Gantengnyaaa!!
Ehm, maap salah upload foto. Kalo yang ini orang ganteng yang dipoto diem-diem sama paparoni, eh paparazzi, buat cover buletin jum'atan (lho).

Ok, off to topic.
Iya, masuk teknik tuh emang gak boleh setengah-setengah, harus bener-bener siap dari dalem ati. Makanya buat kamu yang punya nyali tinggi, tegas, cakap, berkompeten, sigap dalam bertindak, berpenampilan menarik, memiliki pengalaman kerja minimal 3 tahun, apa salahnya nyoba jadi salesman atau saleswati. Untung-untung langsung dipromosiin sama bos jadi manager. Ayo buruan!! (iye, gue emang lagi gak jelas ini)

Ngomong-ngomong soal salesman, gue jadi inget omongan dosen gue pas ngomongin soal pencurian di lingkungan Undip. Bukannya mau jelekin nama Undip yak, tapi faktanya yang emang gitu. Gue sih emang gak punya datanya, tapi banyak temen gue yang cerita soal kehilangan barang-barang mereka, untungnya mereka masih gak kehilangan harga diri. Kebanyakan, para kriminil yang suka ngambilin barang orang laen ini berkedok dengan pura-pura jadi salesman atau bahkan pura-pura jadi mahasiswa itu sendiri. Untungnya lagi nih, gak ada dari mereka yang pura-pura jadi bencong jalanan lampu merah. Bisa-bisa ancur reputasi Undip.

Jadi, dengan berpura-pura menjadi salesman atau mahasiswa, mereka bisa seenaknya masuk wilayah kampus atau kos-kosan tanpa ada yang nyurigain.
hmm..gue jadi punya nih buat proposal PMW taon depan. Kayaknya bakal jadi PMW yang sukses deh kalo bisa ngegabungin potensi wirausaha berbasis kelihaian tangan. Jadi para salesman yang baru direkrut langsung dioprek dan dikasih pembekalan materi tentang trik-trik kecepatan tangan. hohohoho..super sekali itu bung!!

i think i was born as a genius (?)
SALAM TEKNIK,
TEKNIK JAYA!!

Pelapukan Sebagai Penyebab Retakan di Lereng Gunung Wilis


.


Gunung Wilis adalah sebuah gunung non-aktif yang terletak di Pulau Jawa, Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Gunung Wilis memiliki ketinggian 2552 meter, serta puncaknya berada di perbatasan antara enam kabupaten yaitu Kediri, Tulungagung, Nganjuk, Madiun, Ponorogo, dan Trenggalek.
Baru-baru ini terdengar suara gemuruh di daerah dekat Gunung Wilis. Awalnya banyak yang berpendapat bahwa aktivitas vulkanisme di gunung ini kembali “bangun”. Sekedar informasi, Gunung Wilis merupakan gunung api yang sudah lama sekali tidak menunjukkan aktivitas vulkanismenya secara aktif atau bisa dikatakan telah “mati”. Namun, hal tersebut tidak membuktikan bahwa gunung ini tidak pernah menunjukkan aktivitas vulkanismenya. Dahulu, diprediksikan telah terjadi letusan yang cukup hebat di gunung ini, terlihat dari bentuk puncaknya yang nyaris sempurna.
Suara gemuruh tersebut dihasilkan oleh dentuman dan getaran yang terjadi di Gunung Wilis. Akibatnya, permukaan tanah di lereng Gunung Wilis mengalami keretakan dengan panjang mencapai 2 kilometer. Retak dengan kerenggangan antara 10 centimeter hingga seukuran tubuh orang dewasa tersebut memiliki kedalaman hingga 5 meter. Fenomena ini berdasarkan penelitian ESDM Jatim dan BMKG dipicu oleh adanya gempa berkekuatan 0,5 - 3 mmi pada kedalaman 3 - 5 kilometer di bawah permukaan tanah. Dari fakta tersebut, banyak yang beranggapan bahwa gempa tersebut disebabkan adanya aktivitas vulkanisme yang kembali aktif dan dikhawatirkan akan terjadi letusan dalam beberapa hari kedepan.
Namun semua anggapan itu dipatahkan oleh pendapat dari tim Pusat Vukanologi dan Mitigasi Bencana Alam (PVMBA) Bandung. Mereka beranggapan bahwa dinamika geologi pada blok batuan di patahan atau sesar yang disebut Sesar Grindulu serta interaksinya dengan sesar-sesar kecil di kawasan antara Gunung Wilis dan pegunungan kapur di selatan Trenggalek diyakini menjadi penyebab munculnya suara gemuruh. Meski demikian, tidak didapati potensi bahaya sehingga suara gemuruh itu nantinya diyakini hilang dengan sendirinya.
Lebih lanjut lagi, suara gemuruh yang terdengar di Gunung Wilis ini terjadi akibat adanya gerakan tanah. Adapun peristiwa tersebut disebabkan karena tanah di sekitar lereng Gunung Wilis sudah sangat lapuk yang merupakan sisa endapan vulkanik.
Adapun pelapukan adalah proses alterasi dan fragsinasi batuan dan material tanah pada dan/atau dekat permukaan bumi yang disebabkan karena proses fisik, kimia dan/atau biologi. Hasil dari pelapukan ini merupakan asal (source) dari batuan sedimen dan tanah (soil). Kiranya penting untuk diketahui bahwa proses pelapukan akan menghacurkan batuan atau bahkan melarutkan sebagian dari mineral untuk kemudian menjadi tanah atau diangkut dan diendapkan sebagai batuan sedimen klastik. Sebagian dari mineral mungkin larut secara menyeluruh dan membentuk mineral baru. Inilah sebabnya dalam studi tanah atau batuan klastika mempunyai komposisi yang dapat sangat berbeda dengan batuan asalnya. Komposisi tanah tidak hanya tergantung pada batuan induk (asal) nya, tetapi juga dipengaruhi oleh alam, intensitas, dan lama (duration) pelapukan dan proses jenis pembentukan tanah itu sendiri (Boggs, 1995).
Selain aktivitas pelapukan, daerah ini juga memang tergolong daerah yang labil karena terdapat banyak patahan. Suara-suara gemuruh yang terdengar di sekitar lereng Gunung Wilis ditimbulkan akibat watak formasi batuan pada lempeng geologi di kawasan ini, yang berupa batu gamping (kapur) di antaranya menjadi gamping keras atau marmer, sehingga diduga menimbulkan suara keras akibat pergerakan-pergerakan, tumbukan-tumbukan batuan, yang akhirnya membentuk suatu retakan panjang di daerah ini.
-The End-

Apa Itu Sesar??


.


Pengertian Sesar
Struktur sesar adalah rekahan yang mengalami geser-geseran yang jelas (Tjia, 1977). Pergerakan dapat berkisar dari beberapa milimeter sampai ratusan meter dan panjangnya dapat mencapai beberapa desimeter hingga ribuan meter. Sesar dapat terjadi pada segala jenis batuan. Akibat terjadinya pergeseran itu, sesar akan mengubah perkembangan topografi, mengontrol air permukaan dan bawah permukaan, merusak stratigrafi batuan, dan sebagainya.
1.1 Jenis-jenis Sesar
Sesar dapat diklasifikasikan berdasarkan gerak relatif hanging wall dan foot wall, ada tidaknya gerakan rotasi, rake net slip, keaktifan sesar, dan kumpulan sesar.
Berdasarkan gerak relatif hanging wall dan foot wall, sesar dibagi menjadi:
1.  Sesar Turun (Normal Fault), yaitu bila hanging wall posisinya turun terhadap footwall.
2. Sesar Naik (Reverse Fault), yaitu sesar dimana hanging wall posisinya naik terhadap footwall.
Berdasarkan Klasifikasi Sesar oleh E.W.Spencer, (1977), sesar dikelompokkan menjadi:
1. Sesar translasi, merupakan sesar dimana tidak ada gerak rotasi dari masing-masing blok dan garis-garis sejajar dari blok yang berlawanan tetap sejajar.
2. Sesar rotasi, yaitu sesar dimana ada gerak rotasi dari blok yang satu terhadap yang lain dan garis-garis sejajar dari blok yang berlawanan menjadi tidak sejajar.
Berdasarkan besar rake dari net slip (Billinge 1977)., sesar terbagi menjadi:
1. Strike Slip Fault, yaitu bila rake 0o dan arah gerakan sejajar terhadap jurus bidang sesar.
2. Dip Slip Fault, yaitu bila rake 90o dan arah gerakan tegak lurus dengan jurus bidang sesar.
3. Diagonal Fault, yaitu bila rake tidak sama dengan 0o dan 90o.
Berdasarkan keaktifan sesar, sesar diklasifikasikan menjadi:
1. Menurut Tjia (1976), tingkat keaktifan sesar dibedakan atas:
a. Sesar Aktif, yaitu pergeseran sesar terjadi pada waktu Holosen atau selama sejarah geologi.
b. Sesar berkeaktifan potensial, yaitu sesar terjadi pada batuan berumur kwarter dan terjadi pada daerah gempa bumi / gunungapi.
c. Sesar berkeaktifan tidak pasti, yaitu pergeseran sesar yang terjadi lebih tua daripada kwarter, sesar ini terjadi pada batu gamping dan pada lereng yang curam.
2. Menurut Lensen (1980), tingkat keaktifan sesar dibedakan atas:
a. Sesar aktif kelas I, yaitu sesar yang menunjukkan pengulangan gerakan terakhir pada waktu 5.000 tahun atau gerakan tunggal terjadi selama zaman dan pengulangan gerakan pada 5.000 tahun terakhir.
b. Sesar aktif kelas II, yaitu sesar kurang aktif dengan pengulangan terakhir dalam waktu 50.000 tahun atau gerakan tunggal dalam waktu 5.000 tahun, pengulangan gerakan antara 5.000 - 50.000 tahun.
c. Sesar aktif kelas III, yaitu sesar yang paling kurang aktif dengan gerakan tunggal terakhir dalam waktu 50.000 tahun atau pengulangan gerakan 50.000 – 500.000 tahun.
Berdasarkan kumpulan sesar dengan kekhasan yang dimilkinya, sesar dibagi menjadi:
1. Concentric Fault, yaitu kumpulan sesar yang konsentris terhadap satu pusat.
2. Radial Fault, merupakan kumpulan sesar yang arahnya membentuk pola.
3. Rectilinier Fault, yaitu kumpulan sesar yang membentuk pola garis hampir tegak lurus.
4. Paralel Fault, merupakan kumpulan sesar yang membentuk pola sejajar satu dengan lainnya.
Berdasarkan orientasi pola tegasan utama yang menyebabkannya (Anderson, 1951) :
1. Thrust fault, jika pola tegasan utama maksimum dan intermediet adalah horizontal.
2. Normal fault, jika pola tegasan utama maksimum adalah vertikal.
3. Wrench fault (strike slip fault), jika suatu pola tegasan utama maksimum dan minimum adalah gorizontal.
1.2   Proses Terbentuk Sesar
SESAR NAIK
Sesar naik atau Thrust fault, terjadi apabila hanging wall relatif bergerak naik terhadap foot wall. Berdasarkan sistem tegasan pembentuk sesarnya, posisi tegasan utama dan tegasan minimum adalah horizontal dan tegasan menengah adalah vertical.
Umumnya sesar naik tidak pernah berdiri sendiri atau berkembang tunggal. Sesar selalu membentuk suatu zona (fault zone), sehingga pada zona sesar dijumpai sejumlah bidang sesar. Masing-masing bidang sesar tersebut membentuk pola yang sama, yaitu bidang sesar umumnya memiliki arah kemiringan yang sama dan arah jalur sesarnya relatif sama. Sejumlah sesar naik (Thrust zone) yang terbentuk pada periode tektonik yang sama dinamakan sebagai Thrust Systems (Boyer dan Elliott, 1982). Pada Thrust System, ada dua jenis pola sesar utama, yaitu Imbricate Fan dan Duplexes. Pola struktur Imbricate Fan dicirikan dengan adanya Thrust sheet yang di dalamnya berkembang struktur lipatan asimetri dan rebah mengikuti arah Tectonic transport, sedangkan di dalam pola Duplex , Thrust sheet dilingkupi oleh sesar (Boyer dan Elliott, 1982).
Sesar naik dengan pola Imbricate fan atau pola susun genteng dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu Trailling imbricate fan dan Leading imbricate fan. Kedua jenis pola sesar tersebut dibedakan berdasarkan besarnya jarak pergeseran (Dispclacement). Trailling imbricate fan dicirikan oleh adanya displacement yang besar pada bagian paling belakang dari seluruh sesar naik (dilihat dari Tectonic transport), sebaliknya dinamakan Leading imbricate fan.
Sesar naik dapat dibedakan jenisnya berdasarkan pada posisi bidang sesar terhadap sumbu lipatan dan arah tectonic transport. Sesar naik yang terbentuk dibagian belakang sumbu lipatan dinamakan sebagai Forelimb thrust, sedangkan yang berkembang dibagian depan sumbu lipatan dinamakan sebagai Backlimb thrust. Berdasarkan pada tectonic transportnya, sesar naik dibedakan menjadi Back thrust dan Fore thrust. Apabila gerak relatif dari sesar naik searah dengan pada tectonic transportnya,, maka sesar naik tersebut dinamakan sebagai fore thrust dan sebaliknya dinamakan sebagai Back thrust. Back thrust yang terbentuk di dalam Thrust system dapat membentuk Pop-up dan Triangle zone.
Di dalam Thrust system, posisi bidang sesar dapat relatif sejajar dengan bidang lapisan batuan yang dinamakan sebagai flat dan apabila memotong bidang lapisan dinamakan sebagai ramp. Apabila posisi flat searah dengan Tectonic transport dinamakan frontal ramp dan sebaliknya dinamakan sebagai back thrust.
Gerak relatif suatu blok terhadap blok yang lainnya dapat terjadi sepanjang flat dan ramp. Blok hanging wall yang menumpang di atas flat dinamakan sebagai hangingwall ramp sedangkan blok foot wall yang berada di bagian ramp dinamakan sebagai footwall ramp.
Terbentuknya sejumlah sesar naik tidak terjadi secara bersamaan melainkan terbentuk secara berurutan (Sequence of thrusting). Apabila urutan pembentukan sesar naiknya makin muda ke arah hanging wall dinamakan sebagai overstep dan jika terjadi sebaliknya dinamakan sebagai piggyback.
Pembentukan sesar naik selalu berasosiasi dengan pembentukan lipatan, oleh karenanya pola lipatan dan sesar naik yang terbentuk relatif bersamaan dinamakan sebagai lipatan anjakan (Thrust fold belt atau Fold thrust belt).
Contoh pola struktur demikian dijumpai di daerah Majalengka (Haryanto, 1999), dan di daerah lain seperti di Kalimantan timur. Urutan pembentukan sesar naik di dalam jalur lipatan anjakan dimulai di sekitar jalur gunungapi dan semakin jauh dari jalur gunungapi pembentukan sesar naiknya terjadi paling akhir (Lowell, 1985).
SESAR MENDATAR
Sesar mendatar (Strike slip fault/Transcurent fault/Wrench fault) adalah sesar yang pembentukannya dipengaruhi oleh tegasan kompresi. Posisi tegasan utama pembentuk sesar ini adalah horizontal, sama dengan posisi tegasan minimumnya, sedangkan posisi tegasan menengah adalah vertikal.
Umumnya bidang sesar mendatar digambarkan sebagai bidang vertikal, sehingga istilah hanging wall dan foot wall tidak lazim digunakan di dalam sistem sesar ini. Berdasarkan gerak relatifnya, sesar ini dibedakan menjadi sinistral (mengiri) dan dekstral (menganan).
Moody dan Hill (1956), membuat model pembentukan sesar mendatar yang dikaitkan dengan sistem tegasan. Di dalam model tersebut dijelaskan bahwa sesar orde I membentuk  terhadap tegasan utama. Sesar orde I baik sudut kurang lebih 30 dekstral maupun sinistral merupakan sesar utama yang pembentukannya dapat terjadi bersamaan atau salah satu saja. Selanjutnya sesar orde II mempunyai ukuran yang lebih kecil dan membentuk sudut tertentu terhadap sesar orde I. Lebih lanjut lagi dijumpai orde sesar yang lebih kecil lagi.
Berdasarkan percobaan laboratorium, pembentukan rekahan yang diakibatkan oleh adanya tekanan diawali oleh rekahan yang berukuran kecil dan apabila peoses ini berlangsung terus rekahan kecil tersebut berkesinambungan dan akhirnya membentuk rekahan utama. Berdasarkan hasil percobaan tersebut, maka penamaan sesar orde I, II dst, bukan menunjukan urutan pembentukan sesar, melainkan menunjukan ukuran serta hubungan sudut satu sesar dengan sesar lainnya.
Ada persyaratan tertentu dalam menerapkan konsep Moody dan Hill (1954), yaitu model ini berlaku apabila pembentukan sesarnya bukan merupakan akibat reaktivasi sesar pada batuan dasar atau dengan kata lain sesarnya merupakan sesar primer.
Apabila pembentukan sesar mendatar ini merupakan reaktivasi dari sesar pada batuan dasar, maka konsep Moody dan Hill (1954) tidak tepat diterapkan. Untuk kepentingan analisis dalam kasus ini digunakan model dari Price dan Cosgrove (1956). Model pembentukan struktur yang terakhir ini akan dibahas pada sub bab selanjutnya.
Seperti halnya sesar naik, sesar mendatar pun umumnya tidak berdiri tunggal melainkan terdiri dari beberapa bidang sesar yang selanjutnya membentuk zona sesar (fault zone). Di dalam zona sesar mendatar, umumnya sesar ini membentuk segmen-segmen sesar yang merencong (en-echelon).
Naylor dkk (1986), membuat percobaan laboratorium untuk mengetahui mekanisme pembentukan sesar mendatar. Dalam percobaan tersebut pembentukan sesar terjadi secara bertahap, yaitu :
Tahap I : Terjadi sejumlah rekahan yang disertai oleh pergeseran mendatar sepanjang 2,1 cm. Masing-masing rekahan tersebut saling terpisah dan posisinya saling merencong pada arah yang relatif sama (en-echelon synthetic Riedel Shear atau R shears)  terhadap tegasan utama dan membentuk sudut lancip sekitar 17°.
Tahap II : Terbentuk pergeseran sepanjang 2,8 cm dan mulai membentuk short-lived splay fault (S) yang membentuk sudut lebih besar dari 17° terhadap tegasan utama.
SESAR NORMAL
Sesar normal (Ekstensional fault) terbentuk akibat adanya tegasan ekstensional (gaya tarikan), sehingga pada bagian tertentu gaya gravitasi lebih dominan. Kondisi ini mengakibatkan dibeberapa bagian tubuh batuan akan bergerak turun yang selanjutnya lazim dikenal sebagai proses pembentukan sesar normal.
Sesar normal terjadi apabila Hanging wall relatif bergerak ke bawah terhadap foot wall. Gerak sesar normal ini dapat murni tegak atau disertai oleh gerak lateral (sinistral atau dekstral). Sistem tegasan pembentuk sesar normal adalah ekstensional, dimana posisi tegasan utamanya vertikal sedangkan kedudukan tegasan menengah dan minimum adalah lateral.
Sesar normal umumnya terbentuk lebih dari satu bidang yang posisinya relatif saling sejajar. Apabila bidang sesarnya lebih dari satu buah, maka bagian yang tinggi dinamakan sebagai horst dan bagian yang rendah dinamakan sebagai graben. Selanjutnya apabila jenjang dari bidang sesar normal ini hanya berkembang di salah satu sisi saja (gawir sesar hanya dijumpai pada salah satu lereng saja), maka kelompok sesar tersebut lazim dinamakan sebagai half graben dan apabila jenjang bidang sesar normalnya berpasangan maka dinamakan sebagai graben.
Berdasarkan pada bentuk bidang sesar, maka sesar normal ini dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu Planar Ekstensional Fault dan Listric Ekstensional Fault. Selanjutnya Planar ekstensional fault berdasarkan ada tidaknya rotasi, dibedakan menjadi Non-rotational planar fault dan Rotational planar fault.
Secara lokal, pembentukan sesar normal dapat terjadi akibat sistem tegasan kompresional. Terbentuknya “Pull apart basin”, merupakan salah satu contoh dalam kasus ini. Contoh ideal dari pembentukan “pull apar basin” adalah terbentuknya beberapa rendahan atau cekungan (dapat berupa danau). Di beberapa lokasi sepanjang jalur Sesar Semangko, dijumpai beberapa danau yang pembentukannya dikontrol oleh sesar ini. Pembentukan sesar Semangko ini dipengaruhi oleh sistem tegasan kompresional, sedangkan pembentukan danaunya sendiri dipengaruhi oleh tegasan ekstensional. Dalam kasus ini pembentukan pull apart terjadi pada bagian sesar en-echelon.
Di dalam eksplorasi migas, ekstensional fault sistim sangat penting dipelajari, karena sistem sesar ini mengontrol pembentukan tinggian dan cekungan. Model geometri cekungan sangat dipengaruhi oleh pola struktur sesarnya yang selanjutnya mempengaruhi geometri dari cekungan itu sendiri. Graben dan half graben merupakan dua model bentuk cekungan yang seluruhnya dikontrol oleh pola sesarnya. Selanjutnya dari kontrol struktur ini juga akan diketaui apakah bentuk cekungan ini simetri atau asimetri.
Dalam geometri cekungan asimetri half graben, sesar normal yang berkembang pada batas-batas cekungan dapat berupa simple border fault system atau distributary border fault system. Selanjutnya pada sisi lain dari suatu cekungan dapat berupa flexure shoulder dan atau fault shoulder.
1.3   Cara Pendeteksian Sesar di Lapangan
Untuk mengetahui adanya sesar di lapangan, kita dapat melihat dari tanda-tanda sesar. Adapun pengenalan tanda sesar dibagi menjadi tiga yaitu berdasrakan jenisnya, aktif tidaknya dan kenampakan sesar sekunder.
Berdasarkan jenisnya dibagi menjadi sebagai berikut.
1. Sesar Normal
·  Pembreksian dan pemilonitan kurang dari gejala-gejala serupa pada jalur sesar mendatar atau jalur sesar sungkup. Tebal jalur sesar normal juga lebih tipis dibanding dengan jalur sesar yang lain.
·  Sesar normal dapat berpola sejajar dengan struktur daerah (yaitu sejajar dengan sumbu perlipatan), tegak terhadap struktur, radial atau tangential terhadap struktur kubah dan gunungapi. Ada kalanya struktur tidak memperlihatkan hubungan dengan sesar. Dalam hal demukian barangkali sesar mengikuti bidang lemah yang ada pada kerak bumi.
·   Sesar normal jelas menunjukkan keadaan tegangan (tension) ditempat sesar berada..
·   Nilai gerak sesar tegak (fault throw) dapaat mencapai ratusan meter, akan tetapi tiap-tiap satu pergerakan biasanya tidak melebihi 10 m dan rata-rata berkisar antara 2 - 5 m.
·   Dapat menimbulkan sesar-sesar jenjang yaitu terban (gradien) dan sembul (horst).
· Sesar normal dapat bersumber pada sebab-sebab dangkal (seperti akibat undermining, collapse daripada ruangan di bawah permukaan bumi, pengambilan air tanah atau minyak tanah yang berlebihan), atau akibat kejadian yang lebih dalam seperti pengosongan dapur magma di bawah gunungapi, pelongsoran bawah anah sepanjang lapisan plastik (lempung, anhidrit, garam batu), penggelembungan muka bumi (oleh intrusi batuan beku, penyesaran sungkup).
·   Kemiringan bidang sesar curam, yaitu sekitar 60o. Slickerside pada bidang sesar menukik curam.
·   Kemungkinan ada sesar sintetik dan antitetik. Sesar antitetik membuat sudut curam dengan muka bumi serta membuat sudut dihedron sebesar 50o sampai 60o dengan sesar induk. Sesar sintetik sejajar dengan sesar induk.
·   Efek sekunder dari penyesaran normal adalah susutan darat (mass wastage) berupa tanah logsor pada tebing-tebing yang curam.
2. Sesar Naik
·      Jalur sesar tersingkap berliku-liku di permukaan bumi, terutama pada sesar sungkup.
·      Bidang sesar membuat sudut 30o atau lebih dengan muka bumi (sesar naik) atau membuat sudut lebih kecil daripada 30o (sesar sungkup). Slickenside pada bidang sesar adalah tegak hingga serong terhasap jurus sesar.
·      Sesar naik hingga sungkup dapat berubah jadi lipatan pada ujung sesar.
·      Naiknya arah pergeseran sesar hingga sungkup hanya dapat diketahui dengan penyelidikan terperinci, seperti memperhatiakan gejala seretan, tanda-tanda kecil pada bidang sesar. Kerap kali pergeseran adalah searah dengan slickenside dan mendaki bidang sesar.
·      Sesar naik dansesar sungkup dapat disebabkan oleh longsoran atau oleh daya tektonik. Dengan lain perkataan kompresi penyebab sesar naik / sungkup bekerja pada bidang horizontal atau hampir horizontal.Sesar-sesar naik sekunder yang berjurus sejajar dengan sesar naik (atau sungkup) utama terdapat pada bagian yang naik. Sering kepingan-kepingan batuan yang terapit sesar naik membentuk struktur imbrikasi.
·      Batuan yang lebih tua menindih batuan yang lebih muda.
·      Pembreksian dan pemilonitan membentuk jalur sesar yang jelas.
·      Suatu system sesar naik hingga sungkup selalu disertai sesar-sesar turun yang berukuran lebih kecil. Sesar normal tersebut dianggap sebagai akibat gaya berat yang memulihkan keseimbangan isostasi setelah ini terganggu oleh penyesalan naik hingga sungkip itu.
3. Sesar Mendatar
·      Pembreksian dan permilonitan jelas dan dapat meliputi jalur batuan yang remuk sampai seratus meter lebih. Seluruh jalur sesar mencapai lebar sampai sepuluh kilometer (termasuk flaser-flaser).
·      Di dalam jalur sesar garis-garis sesar memperlihatkan pola anyaman. Diantara sesar, batuan yang tidak terganggu berbentuk kanta (‘Flaser’) dan berukuran panjang dan lebar sampai rausan meter.
·      Arah pergeseran horizontal dapat ditunjukkan oleh alihan batas batuan, retakan sekunder seperti rencong (en echelon fractures), gejala seretan, serta pada sesar mendatar hidup ada tanda seperti alihan terhadap bangunan, jembatan, jalan kereta api, lembah sungai, dan endapan berusia muda (endapan sungai dan gunung api yang masih hidup), pola tanaman yang teganggu dan suatu morfologi yang dikenal sebagai shutter ridges.
·      Kemiringan bidang sesar sangat curam dan umumnya tegak. Slickenside pada bidang sesar adalah mendatar atau hampir mendatar.
·      Sesar mendatar nampak di permukaan sebagai garis-garis berjalur lurus lagi panjang. Panjang jalur sesar mencapai puluhan hinggan ratusan meter pada sesar yang sejajar atau hampir sejajar dengan struktur regional.
·      Jalur sesar mendatar sering ditandai oleh deretan kolam (sag ponds).
·      Tebing tebing curam sepanjang sesar dapat menghadap ke arah yang berlawanan pada jarak dekat.
·      Batuan berdampingan yang dibatasi sesar dapat berbeda jenis dan usia geologi.
·      Sesar mendatar hampir selalu disebabkan oleh daya tektonik dan disertai gempa berfokus dangkal (kurang dari 35 kilometer).
·      Jumlah pergerakan mendatar meliputi ratusan kilometer tetapi tiap kali terjadi pergeseran jumlah pergerakan tidak melebihi 5 m, bahkan umumnya hanya beberapa desimeter saja.
·      Efek sekunder dari penyesaran mendatar adalah tanah longsor pada tebing curam, sesar normal sepanjang bidang lemah dalam kerak bumi, penggelembungan permukaan tanah sampai beberapa desimeter dekat jalur sesar. 
1.4 Kenampakan di Peta Topografi
    Sesar umumnya ditunjukan oleh adanya pola kontur rapat yang menerus lurus, kelurusan sungai dan perbukitan, ataupun pergeseran, dan pembelokan perbukitan atau sungai, dan pola aliran sungai parallel dan rectangular. Berikut ini gambar kenampakan struktur sesar di peta topografi