Evaluasi PIMNAS XXV Yogya: Dibutuhkan Segera Sinergisitas Mahasiswa dan Birokrasi!


.

PIMNAS XXV di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta telah berakhir pada Juli kemarin dengan menempatkan Universitas Brawijaya sebagai juara umum, diikuti oleh Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Universitas Gadjah Mada (UGM) di posisi kedua dan ketiga. Lalu dimanakah Universitas Diponegoro? Dengan 17 tim yang lolos sebagai peserta PIMNAS, Undip harus puas meraih satu medali perunggu dan satu penghargaan favorit sehingga hanya bisa menempatkannya pada posisi 18. Posisi ini bahkan tidak lebih baik jika dibandingkan dengan dua PTN tetangga, yaitu Universitas Negeri Semarang (Unnes) pada posisi 7 dan Politeknik Negeri Semarang (Polines)  pada posisi 16.
Berikut ini tabel daftar juara umum PIMNAS sejak tahun 2004 dan grafik perbandingan jumlah tim peserta pada PIMNAS XXV.
Dari grafik disamping, Undip termasuk ke dalam 10 besar peserta dengan tim terbanyak pada PIMNAS XXV. Jika kita review dua tahun ke belakang, pada PIMNAS XXIII 2010 di Bali, Undip baru mampu mengirimkan 7 tim dengan hasil satu medali emas dan satu medali perunggu, sedangkan pada tahun berikutnya Undip hanya berhasil meloloskan 2  tim saja dan pulang dengan tangan hampa pada PIMNAS XXIV 2011 di Makassar. Tentunya kita wajib berbangga dan bersyukur dengan capaian Undip saat ini.
Pencapaian jumlah tim lolos PIMNAS yang melonjak tajam pada tahun ini tentunya bukan hanya hasil kerja keras mahasiswa secara individu. Kita juga perlu mengapresiasi kinerja lembaga mahasiswa yang bergerak di bidang ristek, seperti Forum Studi Teknik (FST) pada lingkup Fakultas Teknik, yang telah mengkampanyekan sejak jauh hari terkait ajang PIMNAS. Bahkan tidak hanya itu, pembimbingan dan advokasi pun dilakukan demi memuluskan target 1000 proposal PKM yang dicanangkan oleh rektorat Undip. Alhasil, Fakultas Teknik berhasil menjadi penyumbang terbanyak proposal yang lolos didanai Dikti.



Selain itu, apresiasi tinggi juga perlu kita tujukan kepada birokrasi Undip. Beberapa ‘pasukan’ Undip pada PIMNAS tahun ini pun mengakui ada beberapa hal yang telah mengalami peningkatan kualitas terkait pelayanan dan dukungan dari birokrasi terhadap perkembangan riset di kampus Diponegoro ini. Salah satunya dengan mengadakan Monev (Monitoring dan Evaluasi) oleh reviewer internal dalam lingkup kampus Undip sebagai persiapan awal sebelum diadakannya Monev dari pihak Dikti. Selain itu, mahasiswa juga telah diberi pembekalan, beberapa hari sebelum berangkat berjuang mewakili Undip di ajang PIMNAS. Tentunya semua usaha yang telah diberikan oleh birokrasi patut kita apresiasi tinggi.
Namun kita pun sebagai mahasiswa harus sadar bahwa kualitas dukungan dari birokrasi Undip masih kalah jauh dibandingkan dengan universitas lain. Sebagai contoh, ketika mahasiswa Undip masih bersusahpayah mengejar UAS susulan akibat mewakili Undip di ajang PIMNAS, justru IPB telah mengapresiasi mahasiswanya, yang proposal PKMnya didanai oleh Dikti, dengan memberikan tiga SKS tambahan dengan nilai minimal B. Sudah sangat terlihat kan bagaimana peran aktif birokrasi dalam mewujudkan kampus riset. Disinilah sangat diperlukan peran aktif mahasiswa dalam mengkomunikasikan kebutuhan mahasiswa terkait pengembangan iklim riset di kampus Undip. Sebab pada dasarnya mahasiswa lebih paham dan mengerti apa-apa saja yang diperlukan ketika melakukan penelitian karena mahasiswa sendirilah yang merupakan pelaku intelektual pengembang riset itu sendiri. Misalnya, mahasiswa sebenarnya lebih membutuhkan bimbingan dosen yang capable sekaligus pembinaan khusus dalam pembuatan poster dibandingkan mendapat pelayanan hotel mewah ketika pembekalan. Namun, semua itu bukan berarti usaha dan dukungan birokrasi terkesan sia-sia, hanya saja belum tepat sasaran bila ingin menghasilkan kualitas penelitian yang lebih baik.
Mulai sekarang, mahasiswa Undip perlu berbenah diri. Tidak perlu ada lagi hujatan-hujatan kepada birokrasi jika kita pun secara individu masih belum maksimal berusaha. Namun, kita juga wajib untuk lebih komunikatif dengan birokrasi mengingat mahasiswalah yang lebih paham dan mengerti mengenai kebutuhannya dalam penelitian. Di sisi lain, birokrasi sebagai pencetus visi besar Undip menjadi World Research University 2020 juga wajib mendengarkan aspirasi mahasiswa sebagai bentuk nyata dukungan dalam pengembangan iklim riset yang berkualitas di kampus Diponegoro. Jika sudah terwujud kondisi yang sinergis antara mahasiswa dan birokrasi, bukan menjadi hal yang mustahil Undip menjadi juara umum di ajang PIMNAS.

UNDIP JAYA!



*tulisan ini juga akan dimuat di majalah SOL dari biro Forum Studi Teknik Universitas Diponegoro

Your Reply